Mengandung dan melahirkan menjadi dambaan jutaan perempuan di dunia. Kebahagian dalam keluarga rasanya kurang lengkap kalau belum hadir si buah hati.
Saat ini, bayi itu sudah berumur 7 bulan, diberi nama Rafka Yusuf Anugrah. Tumbuh menjadi bayi yang lucu dan sehat.
Tapi, ada kalanya kehamilan bagi perempuan membawa “celaka”. Menurut data medis tidak sedikit perempuan mengalami gagal ginjal karena faktor kehamilan. Ketika hamil mengalami tekanan darah tinggi, preeklemsia, berlanjut cuci darah.
Inilah cerita dari Petrus Hariyanto, Sekretaris Jenderal Komunitas Pasien Cuci Darah Indonesia (KPCDI):
Seperti ibu muda, Susie Aisyah Saputri, tinggal di Pringsewu Lampung, beberapa bulan yang lalu harus cuci darah.
“Saya terkena GGK (gagal ginjal kronik) saat kehamilan kedua. Saya mempunyai riwayat hipertensi. Hamil pertama lahir dengan pre-eklampsia. Harus (operasi) caesar pada usia kehamilan 37 minggu,” katanya.
“Empat tahun kemudian, hamil lagi. Bulan kelima mengalami diare, sesak napas, hampir koma. Bahkan, saya divonis gagal ginjal dan harus menjalani HD 3 x seminggu. Sampai sekarang menjadi pasien cuci darah,” ujar ibu muda yang masih aktif menjadi pegawai negeri itu.
Bagaimana dengan perempuan yang sudah menjalani cuci darah, apakah mereka diperbolehkan hamil? Fakta yang terjadi, banyak menghadirkan kisah yang pilu bila ibu penderita GGK menjalani proses kehamilan. Memang tidak semuanya suram, tetap ada cerita yang indah dan ajaib.
Tapi menurutnya, kehamilan itu berisiko tinggi. Data menunjukkan, 20% mengalami keguguran. Sekitar 80% kehamilan bertahan 32 minggu dan bayi prematur.
Data lainnya, sekitar 8-15% kematian dalam kandungan, neonatal, dan perinatal ditemukan pada kehamilan pasien cuci darah.
Kenapa berisiko? Masih menurut dr Tunggul, karena bayi dalam kandungan ibu hamil PGK (Penyakit Gagal Ginjal Kronik) racunnya lebih tinggi dari ibu yang ginjalnya sehat. Menurutnya, bayi akan sulit berkembang.
Mantan Korwil Penefri (Koordinator Wilayah Perhimpunan Nefrologi Indonesia) wilayah DKI Jakarta itu, saat dialisis, sekitar 350-400 cc darah ditarik keluar, hingga darah yang mengalir di tubuh berkurang, termasuk aliran ke janin.
Inilah rupanya yang dapat mengganggu kesehatan dan keselamatan janin.
Bila bayi selamat menurut para Konsulen Ginjal Hipertensi (KGH) akan menyisakan masalah di kemudian hari.
Ketua PB Pernefri (Pengurus Besar Perhimpunan Nefrologi Indonesia), dr. Aida Lydia, PhD., Sp.PD-KGH, mengungkapkan ibu hamil dengan penyakit ginjal dapat menyebabkan risiko janin tidak sehat, kelahiran prematur, bahkan berujung pada kematian. Tak hanya itu, ketika dewasa, bayi pun berisiko besar mengalami gagal ginjal seperti ibunya.
Selain faktor berisiko, kebanyakan perempuan gagal ginjal susah mengalami kehamilan. Data medis menunjukan hanya 1% pasien cuci darah mengalami kehamilan, biasanya pada awal menjalani hemodialisa. Walau 42% wanita yang menjalani dialisis haidnya masih tetap normal, tetapi tidak berovulasi (anovulatoir).
Kondisi inilah yang menyebabkan perempuan dengan GGK resah. Kebanyakan berpasrah diri karena tipis kesempatannya mendapat keturunan.
“Kalau yang di Atas memberi saya kehamilan, akan saya jalani. Insya Allah saya kuat menjalaninya. Saya sangat kepingin punya anak. Saya sadar susah hamil dan kalau pun hamil punya resiko tinggi,” ujar Yayuk.
Yayuk adalah pasien cuci darah sudah bertahun-tahun lamanya menjalani hemodialisa. Ia baru saja menikah untuk kedua kalinya. Dalam pernikahan pertamanya, sebelum gagal ginjal, ia mempunyai anak. Nasib malang menimpanya, anak kesayangan satu-satunya meninggal dunia. Seiring dengan itu, ia bercerai dengan suaminya.
Seperti cerita Naurah Jihan, ibu muda pasien cuci darah, tinggal di Kota Gresik, ia sekuat tenaga mempertahankan kehamilannya walau dokter telah menyarankan aborsi.
“Tapi Allah berkehendak lain. Allah lebih mencintai putra saya, Allah memintanya kembali. Ketika usia kehamilan 7 bulan, anak saya meninggal dalam kandungan,” ungkapnya ke aku dengan sedih di Facebook.
Ada juga cerita yang lebih menyedihkan lagi, seperti dituturkan Nyimas Arimbi, pasien cuci darah, tinggal di Palembang.
“Aku trauma karena temanku pasien GGK meninggal beberapa hari setelah melahirkan. Hampir seminggu aku satu ruangan dengan dia. Setiap cuci darah harus tranfusi darah,” kata Nyimas.
“Ketahuan hamil setelah janinnya berusia 6 bulan. Sejak itu harus hemodialisa 4 kali seminggu tapi jamnya dikurangi,” ujarnya.
“Dokter melarang pulang dari rumah sakit, tetapi dia nekad. Seminggu kemudian meninggal. Aku trauma karena melihat dia sesak nafas dan harus dipantau terus-menerus oleh dokter. Sangat berat pasien cuci darah menjalani kehamilan,” ungkap Nyimas.
Anugerah Yang Luar Biasa
Beberapa bulan yang lalu, di Group Facebook Komunitas Pasien Cuci Darah (KPCDI), muncul postingan seorang ibu penderita gagal ginjal, mengabarkan baru saja melahirkan bayi yang lucu dan sehat.
“Mau berbagi cerita aja, aku HD (hemodialisa) 1 tahun dikasih bonus anak ini sama Allah,” tulis akun dengan nama Nicol Nya Rafi.
Kontan saja postingan itu mendapat tanggapan yang luar biasa dari anggota grup tersebut yang rata-rata pasien cuci darah. Bagi mereka, itu sebuah keajaiban seorang penderita gagal ginjal mampu melahirkan anak dengan selamat. Postingan itu menyertakan foto anaknya yang terlihat sehat sekali.
Mereka sangat terharu mendengar kabar suka cita tersebut. Ucapan selamat mampir beberapa hari di postingan ibu yang sedang berbahagia tersebut.
Aku bertanya bagaimana kok bisa hamil dan melahirkan dengan selamat? Pemilik nama asli Nia Nur Indahsari (31 Tahun) ini sudah cuci darah setahun ini mengatakan bahwa dirinya tahu-tahu sudah hamil empat bulan.
“Saat itu perasaanku takut, campur aduk deh. Takut ada apa-apa dengan aku dan bayiku. Apalagi dokter di mana tempat aku cuci darah tidak bisa memberi jalan keluar,” katanya.
Maka, Ibu Nia Nur Indahsari yang sebelumnya sudah punya dua anak itu dirujuk ke RSPADGatot Subroto. Di sana Ia berkonsultasi dengan dr Jonni, SpPD-KGH, M.Kes, MM.
Dokter Jonni sendiri sempat aku hubungi via WhatsApp dan aku menanyakan apa yang disarankan dokter kepada Ibu Nia? Jawabannya membuat aku terkejut. Konsulen Ginjal Hipertensi yang juga anggota TNI AD itu menyarankan sekuat tenaga kehamilan Ibu Nia harus dipertahankan, walau kemungkinan aborsi sangat tinggi.
“Saya menyarankan kepadanya agar kontrol kehamilannya lebih ketat. Kalau yang lain 1 kali sebulan, ibu itu 2 kali sebulan,” katanya.
“Saya meminta ibu itu memperhatikan pertumbuhan janinnya. Hindari obat-obatan yang bisa mengganggu janin. HD lebih sering dan waktu lebih singkat, seminggu 4-5x 3 jam. Heparin seminimal mungkin,” tutur dokter yang sering menjadi pembicara di seminar awam yang digelar KPCDI itu.
“Awalnya saya takut karena dokter bilang pasti janinnya tidak akan kuat dalam kandungan. Saya takut kalau sampai saya dan anak saya tidak akan bisa bertahan,” ujar Nia.
Seiring waktu proses kehamilan, Nia merasa sama sekali tidak ada yang berat. Bahkan, katanya merasa semakin semangat dan merasa semakin sehat.
“Cuma ya itu, setiap cuci darah free heparin. Darah sering beku dan pernah semua darah yang ada di luar tubuhku saat hemodialisa membeku dan tak dapat dimasukan lagi ke tubuhku,” ujarnya dengan nada getir mengenang peristiwa pahit tersebut.
Pada minggu ke 32 ia mengalami kontraksi sehabis cuci darah. Ketika dibawa ke bidan, katanya sudah bukaan lima, harus segera dibawa ke rumah sakit.
“Dokter sempat menghentikan kontraksi untuk menahan agar bayi tetap bertahan dalam kandungan. Kata dokter, masih belum cukup umur sang bayi untuk lahir ke dunia.”
“Tapi hanya bertahan sehari. Saat aku cuci darah terjadi kontraksi hebat. Langsung aku dibawa ke ruang persalinan,” katanya.
“Dokter sempat mengatakan apapun yang terjadi dengan bayi ini, aku harus ikhlas. Saya sedih mendengar ucapan dokter itu,” ucap Nia.
“Alhamdulilah, anakku lahir dengan selamat di RSPAD Gatot Subroto,” ujarnya dengan bersemangat.
Ujian tak lantas paripurna, bayinya harus dirawat selama 3 minggu di ruang NICU. Bayi itu lahir prematur dan beratnya hanya 1,9 kg.
Saat ini, bayi itu sudah berumur 7 bulan, diberi nama Rafka Yusuf Anugrah. Tumbuh menjadi bayi yang lucu dan sehat. Sang ibu sering memamerkan foto dan video kecerian Rafka di Facebook.
Peristiwa ini membuat banyak perempuan penyandang gagal ginjal penuh harap kembali. Mereka ingin seperti ibu Nia Nur Indahsari.
Pesan Ibu Nia kepada para ibu pasien cuci darah yang belum dianugerahi momongan, jangan putus asa tidak ada yg tidak mungkin kalau Allah sudah berkehendak.
Menurutnya, perempuan harus kuat dan berani untuk meraih impian yang indah itu.
“Perempuan kuat adalah yang bisa menambahkan kilau mentari di dalam gerimis hatinya sehingga bisa menghadirkan pelangi,” ujarnya mengakhiri pembicaraan kami berdua di WA.
Naahh itu tadi adalah cerita perjuangan seorang ibu yang menderita sakit gagal ginjal dan berhasil melahirkan seorang bayi yang sangat lucu. Semoga cerita ini menginspirasi kalian para ibu maupun calon ibu :).