“Ti, Ti, tik ini!” kata Soekarno sembari melambaikan tangannya ke Sayuti Melik, yang kebetulan sedang lewat di depan ruangannya. Di ujung jari Soekarno, terdapat sepucuk kertas yang kemudian menjadi salah satu kertas paling sarat sejarah di Indonesia, yakni teks proklamasi.
BM Diah dalam biografinya, BM Diah Wartawan Serba Bisa karya Toeti Kakiailatu, bercerita Sayuti Melik langsung menghampiri Soekarno dan melakukan permintaannya. Ia kemudian menuju ruangan lainnya yang ada meja tulis dan mesin tik di situ. BM Diah berdiri di belakang untuk menemaninya.
Perihal mesin tik ini, ada dua versi sejarah. Pertama, Sayuti tidak bisa langsung mengetiknya karena di rumah itu tidak ada mesin tik, sehingga harus mencari pinjaman. Kedua, dikatakan sebenarnya ada mesin tik tapi berhuruf kanji.
Satzuki Mishima, pembantu Laksamana Tadashi Maeda, langsung bergegas meminjam mesin tik di kantor militer Jerman. Ia bertemu dengan Mayor Kandelar, perwira Angkatan Laut Jerman, yang meminjamkan mesin tik itu.
Setelah mesin tik didapat, Sayuti Melik juga tidak langsung mengetiknya sesuai yang diperintahkan Soekarno. Ada beberapa kata/kalimat yang ia ubah, sesuai ejaan bahasa Indonesia.
“Saya berani mengubah ejaan itu adalah karena saya dulu pernah sekolah guru, jadi kalau soal ejaan bahasa Indonesia saya merasa lebih mengetahui daripada Bung Karno” Sayuti
Kata dan kalimat yang diubah adalah “tempoh” menjadi “tempo”, “wakil-wakil bangsa Indonesia” jadi “atas nama bangsa Indonesia”, “Djakarta, 17-8-05” diubah ke “Djakarta hari 17 bulan 8 tahun 05”, dan menambahkan nama “Soekarno-Hatta”. Tahun 05 merujuk pada tahun showa Jepang yakni 2605, yang sama dengan tahun masehi 1945 saat itu.
Lalu, bagaimana nasib teks asli yang ditulis tangan oleh Bung Karno?
Awalnya, teks itu terabaikan. Sayuti meninggalkannya di dekat mesin tik, dan ketika kembali, teksnya sudah tidak ada. Ia beranggapan, mungkin sudah hilang atau berakhir di tempat sampah. Padahal ternyata, sang saksi bisu proklamasi diselamatkan BM Diah.
“Tetapi ternyata anggapan saya itu salah. Saudara BM Diah ternyata memberikan perhatian terhadap konsep naskah tulisan Bung Karno tadi, mungkin beliau telah memikirkan untuk keperluan dokumentasi maka konsep itu diselamatkan” Sayuti
Kemudian menurut pengakuan BM Diah, ia melihat teks asli proklamasi tergeletak di dekat mesin tik tanpa ada yang memperhatikan, mungkin karena semua orang-orang sedang diselimuti rasa gembira. BM Diah yang bekerja sebagai wartawan harian di Asia Raya, kemudian mengambilnya, melipatnya dengan baik, dan disimpan di kantongnya.
Selama 47 tahun BM Diah menyimpan teks asli proklamasi, dan membawanya keliling dunia. Ia baru menyerahkannya pada tahun 1993, ke tangan Soeharto yang kala itu menjabat jadi orang nomor satu di Republik Indonesia.
MERDEKA!